Al-Habib Ahmad bin Thalib Al-Attas lahir di Hajrain, Hadhramaut pada bulan syawwal tahun 1255 H (sekitar tahun 1850 M), beliau mendapat didikan dari ayahnya, seorang tokoh terkemuka pada saat itu. Di negeri ini pula beliau menimba ilmu kepada para tokoh seperti Al-Habib Hasan bin Ali Al-Kaff yaitu seorang sayyid yang sangat alim dan juga kepada Al-Habib Abdurrahman bin Ahmad Al-Kaff, beliau pun sempat bertabarruk kepada para ulama besar di masanya, seperti Al-Habib Abubakar bin Abdullah Al-Attas, Al-Habib Thahir bin Umar Al-Haddad, Al-Habib Shalih bin Abdullah Al-Attas, Al-Habib Idrus bin Umar Al-Habsyi, Al-Habib Abdullah bin Hasan Al-Bahr, Al-Habib Ahmad bin Muhammad Al-Muhdhar, Al-Habib Muhammad bin Ibrahim Bilfaqih dan para tokoh ulama terkemuka lainnya.
Kemudian Al-Habib Ahmad berangkat ke Makkah dan Madinah untuk menunaikan ibadah haji dan umrah serta berziarah kepada datuknya. Di kedua kota ini beliau berjumpa dengan ulama terkemuka, diantaranya Syaikh Muhammad bin Muhammad Al-‘Azab, seorang pencinta Ahli Bait dan juga dengan para sa’adah Alawiyin.
Beberapa waktu kemudian beliau kembali ke Makkah dan tinggal disana dalam waktu yang cukup lama, tidak kurang dari 12 tahun. Dalam masa itu beliau paling banyak mengikuti Sayyid Ahmad bin Zaini dahlan, guru para ulama ketika itu. Beliau juga belajar Al-Habib Abdullah bin Muhammad bin Husein Al-Habsyi, Syaikh Muhammad bin Sa’id Babsheil, Al-Habib Salim bin Ahmad Al-Attas, dan lain-lain.
Pengalaman ilmunya sangat menonjol, segala gerak-gerik dalam kehidupannya menjadi gambaran nyata ajaran islam yang dipegangnya dengan teguh. Hanya satu kata yang tepat untuk menyimpulkan berbagai sisi kehidupannya, yakni Istiqomah, beliau sangat teguh memegang prinsip ajaran agama.
Ketika berada di Hizaj, beliau termasuk dalam kelompok yang memilih berangkat ke daerah-daerah padang pasir untuk menyebarkan ilmu dan mengajar, beliau tinggal disana selama 7 tahun. Di kalangan penduduk daerah tersebut beliau dikenal pandai memberikan pemahaman dan mengajar dengan baik, senantiasa bersungguh-sungguh dalam beribadah membatasi perhatian pada hal itu, tidak menoleh kepada hal-hal lain karena lebih mengutamakan khumul (tidak ingin dikenal) beliau tinggalkan Hizaj dengan segala yang ada di dalamnya, menuju negerinya dan tinggal disana beberapa lama.
Setelah itu Allah menakdirkannya pergi menuju ke Pekalongan. Di sini beliau pun mengibarkan panji-panji ilmu dan pengajaran. Beliau dapat diterima oleh semua kalangan, mereka mengikutinya dalam masalah-masalah agama dan tidak memunculkan sesuatu kecuali sesuai dengan pendapatnya dan tidak melakukan sesuatu kecuali bila beliau memerintahkan mereka untuk itu.
Beliau sangat dihormati kaum muslimin dan para ulama baik dari dalam maupun luar negeri. Para pejabat pemerintah penjajah Belanda maupun pejabat pribumi juga sangat segan terhadapnya, bahkan tokoh-tokoh non muslim di masanya pun menghargainya. Para pencintanya berasal dari berbagai kalangan, termasuk orang-orang Belanda.
Sisi lain kehidupannya yang sangat menonjol adalah amar ma’ruf nahi munkar, dalam berda’wah sikapnya tegas, beliau tetap kukuh menghadapi tentangan orang yang mencelanya dalam melaksanakan perintah-perintah Allah SWT. Dalam segala sesuatu beliau selalu berusaha melaksanakan sesuai ajaran Rasulullah SAW dan berpegang teguh dengannya. Beliau terbiasa mengambil azimah (lawannya rukshah,keringanan yang Allah berikan dalam kondisi-kondisi khusus) dan menjadikannya sebagai pilihan yang wajib bagi dirinya.
Dalam kehidupan kesehariannya, Al-Qur’an menjadi teman setianya di samping wirid-wirid dan istighfar-istighfar khususnya, sebagian besar waktunya dihabiskan untuk itu dan hal-hal lain yang bermanfaat. Beliau senantiasa membaca Al-Qur’an, muthala’ah kitab, bergaul dengan para ahli ilmu, bertafakur dan muqarabah (menjaga hati agar tidak lalai dari Allah SWT). Beliau juga tidak pernah bosan kepada qori (pembaca kitab) yang membaca kitab dihadapannya, tak pernah malas mengerjakan kebaikan dan tidak berpaling kecuali dari sesuatu yang menimbulkan bahaya dari sudut pandang agama.
Jangan ditanya pemeliharaannya terhadap shalat jama’ah, kebiasaan ini tidak dapat diganggu oleh kesibukan apapun, meskipun dalam keadaan sakit yang sangat berat. Ketika kakinya telah lumpuh dan tidak bisa meninggalkan rumah, shalat jama’ah di pindahkan kerumahnya, beliau memang tidak mau melakukan shalat fardhu sendirian melainkan senantiasa berjama’ah. Beliau juga terlibat dalam pendirian dan perbaikan masjid-masjid serta pembangunan madrasah-madrasah, yang hingga sekarang masih dimakmurkan dengan ilmu dan pengajaran.
Wara dan Zuhud
Beliau dikenal sebagai orang yang sangat wara dan zuhud. Beliau terpelihara dengan peliharaan yang agung, terjaga dengan penjagaan yang sempurna, sehingga tidak masuk pada dirinya sesuatu yang dapat mengotorinya. Jika akan datang sesuatu itu kepadanya, beliau mendapatkan penjelasan-penjelasan ilahiyah : mengetahuinya atau diberi tahu baik dalam keadaan terjaga maupun tidur. Demi kehati-hatian pula beliau tak mau menerima sesuatu dari seseorang kecuali dari orang yang baik pergaulannya dan benar niatnya. Selama bertahun-tahun beliau tinggal dalam kehidupan yang susah,memakan makanan yang sangat sederhana dan tidak ingin bersenang-senang menikmati kehidupan kecuali sekedar untuk menopang kebutuhan hidup.
Suatu ketika beliau menitipkan uang dalam jumlah yang besar kepada seseorang, kemudian uang itu hilang semuanya, ketika diberi tahu beliau hanya tertawa sedikitpun tidak menunjukkan perubahan dan sama sekali tidak terpengaruh dengan kejadian itu. Beliau juga tidak suka bergurau baik dalam perbuatan maupun ucapan dan selalu menghindari gurauan dalam semua majelisnya, sehingga yang ada didalam majelisnya hanyalah kesungguh-sungguhan. Aib orang tidak pernah disebut dalam majelisnya, dan tidak ada pelanggaran terhadap hal-hal yang dilarang, majelisnya sepenuhnya merupakan majelis ilmu, petunjuk, dzikir, peringatan, dan da’wah.
Hatinya yang jernih membuatnya diberikan anugerah dapat memberitakan hal-hal yang ghaib. Beliau memiliki karamah-karamah yang besar yang menguatkan usahanya yang mulia untuk meraih keridhoan Allah SWT, namun beliau tidak mau membicarakannya sedikit pun.
Pada suatu hari karena suatu urusan seorang pencintanya dimasukan ke penjara, kemudian beliau diberi tahu, ‘fulan pencinta Habib ditahan, semoga Allah membebaskannya.” Mendengar itu beliau berkata,’hari ini ia akan makan siang bersama kita!”. Ketika jamuan makan siang dihidangkan hari itu, ternyata pencintanya itu benar-benar datang, makan siang bersama mereka karena telah bebas dari penjara.
Orang mengenal beliau sebagai sosok yang bagus ahklaknya, mulia perangainya, penyayang, dan belas kasih kepada sesama. Beliau orang yang baik dalam bersahabat, menyenangkan dalam bergaul dan tidak mengerjakan atau mengucapkan sesuatu kecuali yang diizinkan oleh syara’. Namun apabila larangan-larangan Allah dilanggar beliau sangat marah dan marahnya belum reda sampai beliau dapat mengubah kemungkaran itu dengan tangannya. Beliau adalah seorang yang adil, tidak melampaui batas, mengetahui hak-hak dan kewajiban-kewajibannya, beliau tidak lalai dari hak orang terhadap dirinya, tetapi toleran dalam hak-hak dirinya dan menggugurkannya dari orang lain dan tidak memandang bahwa dirinya memiliki hak terhadap orang lain.
Ketika telah sempurna waktu yang dibatasi baginya dalam kehidupan dunia dan telah sampai puncak keinginan, beliau pun rindu pada alam malakut yang tertinggi, beliau menderita demam. Ketika berada dalam sakitnya beliau tenggelam dalam arus lautan makrifattullah, terkadang beliau mengatakan “Ash-shalah ash-shalah (shalat,shalat), dekatkanlah air wudhuku.”Itu berlangsung selama 20 hari 20 malam, hingga ruhnya berpisah dengan jasadnya yang suci pada malam ahad tanggal 24 Rajab tahun 1347 Hijriyah (6 januari 1929) Inna lillahi wa ilaihi raji’un.
Suara tangisan pun pecah dan kota Pekalongan menjadi terguncang. Kesedihan melanda hamba-hamba Allah, sehingga orang-orang kafir dan kaum yang berbeda pun turut bersedih karena merasa kehilangan, sampai-sampai seorang pemuka nasrani mengatakan “hari ini tokoh pekalongan telah pergi, kapal telah pecah dan berantakan kayu-kayunya.”
Rombongan-rombongan dari berbagai tempat berdatangan setelah berita wafatnya terdengar di mana-mana, jamaah yang sangat banyak belum pernah ada hari yang seperti itu sebelumnya di Pekalongan, jenazahnya dishalatkan di Masjid Jami’ yang lebih dikenal dengan sebutan Masjid Wakaf lalu dimakamkan sore harinya. Di atas makamnya di Sapuro, dibangun kubah yang mulia dan tinggi, semoga Allah banyakkan tokoh ulama seperti beliau agar cahaya kebenaran bersinar di mana-mana........amin.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar